Oleh: Yos Arnold Tarigan SH (Medan)
Tindak kejahatan narkotika saat ini tidak lagi secara sembunyi-sembunyi, tetapi sudah terang-terangan yang dilakukan oleh para pemakai dan pengedar dalam menjalankan operasi barang berbahaya itu. Di berbagai daerah seperti di daerah Batam yang beberapa waktu lalu polisi berhasil membongkar pabrik sabu-sabu dan juga tertangkapnya artis Roy Martin di Surabaya dan Ahmad Albar (Roker). Bahkan di Kabupaten Karo yang dikenal sebagai wilayah parawisata dan daerah pertanian dengan masyarakatnya yang kental akan nilai-nilai adat dan agama dalam kehidupan sehari-hari tentunya dapat disingahi oleh Narkoba.
Dari berita yang dapat disaksikan hampir setiap hari baik melalui media cetak maupun elektronik, ternyata barang haram tersebut telah merebak ke mana-mana tanpa pandang bulu, terutama di antara generasi remaja yang sangat diharapkan menjadi generasi penerus bangsa dalam membangun negara di masa mendatang. Masyarakat kini sudah sangat resah terutama keluarga para korban, mereka kini sudah ada yang bersedia menceritakan keadaan anggota keluarganya dari penderitaan akan kecanduan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya itu.Dalam kajian kriminologi perdagangan narkotika dan sejenisnya, perjudian serta prostitusi memang ada yang menggolongkan sebagai “kejahatan tanpa korban” dan “victimless crime”. Pemahaman ini sebenarnya merujuk kepada sifat kejahatan tersebut, yaitu adanya dua pihak yang melakukan transaksi atau hubungan (yang dilarang) namun keduanya merasa tidak menderita kerugian atas pihak yang lain. Berbeda misalnya dengan kejahatan pembunuhan, perkosaan atau perampokan dimana jatuhnya korban jelas sekali terlihat.
Dalam hal perlakuan penanggulangan kejahatan, maka penegak hukum lebih cepat menangani kasus-kasus kejahatan yang menimbulkan korban. Pembunuhan atau perkosaan misalnya menimbulkan reaksi, baik dari korban maupun dari masyarakat. Reaksi dari masyarakat tampaknya sangat cepat diselesaikan oleh penegak hukum, dibandingkan kasus-kasus kejahatan yang disebut “kejahatan tanpa korban”.
Padahal kalau diteliti dengan cermat, baik kejahatan penyalahgunaan narkotika, judi, maupun prostitusi atau pelacuran semuanya menimbulkan korban, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jatuhnya korban kejahatan narkotika dan keluarganya, serta korban dalam arti luas yaitu masyarakat yang dilumuri dengan amoralis di sekitarnya adalah juga merupakan korban kejahatan yang secepatnya segera harus diselesaikan oleh penegak hukum.
Meningkatnya tindak pindana narkotika pada umumnya disebabkan 2 hal: 1. Bagi pengedar, menjanjikan keuntungan yang besar dan, bagi pemakai, menjanjikan ketentraman hidup sehingga beban psikis yang dialami dapat dihilangkan, 2., janji yang diberikan narkotika itu menyebabkan rasa takut tehadap risiko tertangkap menjadi berkurang bahkan, sebaliknya, akan menimbulkan rasa keberanian.
Keadaan semacam itulah yang menyebabkan terciptanya kemudahan bagi terbentuknya mata rantai peredaran narkotika. Dan hal itu terus berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan tidak menutup kemungkinan di kota-kota besar di Indonesia seperti di Ibu kota Kabupaten Karo Kabanjahe dan bahkan di kota Berastagi yang dikenal sebagai daerah wisata terdapat mata rantai perdagangan narkotika Internasional. Selain itu, karena faktor kekayaan alam yaitu tingkat kesuburan tanah dan cuaca yang mendukung di Indonesia, merupakan sarana potensial guna menanam sejenis ganja yang merupakan salah satu bahan dasar untuk membuat narkotika, sehingga menyebabkan sumber narkotika, baik yang bersifat alami maupun sintetis tetap tersedia.
Dalam hal perlakuan penanggulangan kejahatan, maka penegak hukum lebih cepat menangani kasus-kasus kejahatan yang menimbulkan korban. Pembunuhan atau perkosaan misalnya menimbulkan reaksi, baik dari korban maupun dari masyarakat. Reaksi dari masyarakat tampaknya sangat cepat diselesaikan oleh penegak hukum, dibandingkan kasus-kasus kejahatan yang disebut “kejahatan tanpa korban”.
Padahal kalau diteliti dengan cermat, baik kejahatan penyalahgunaan narkotika, judi, maupun prostitusi atau pelacuran semuanya menimbulkan korban, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jatuhnya korban kejahatan narkotika dan keluarganya, serta korban dalam arti luas yaitu masyarakat yang dilumuri dengan amoralis di sekitarnya adalah juga merupakan korban kejahatan yang secepatnya segera harus diselesaikan oleh penegak hukum.
Meningkatnya tindak pindana narkotika pada umumnya disebabkan 2 hal: 1. Bagi pengedar, menjanjikan keuntungan yang besar dan, bagi pemakai, menjanjikan ketentraman hidup sehingga beban psikis yang dialami dapat dihilangkan, 2., janji yang diberikan narkotika itu menyebabkan rasa takut tehadap risiko tertangkap menjadi berkurang bahkan, sebaliknya, akan menimbulkan rasa keberanian.
Keadaan semacam itulah yang menyebabkan terciptanya kemudahan bagi terbentuknya mata rantai peredaran narkotika. Dan hal itu terus berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan tidak menutup kemungkinan di kota-kota besar di Indonesia seperti di Ibu kota Kabupaten Karo Kabanjahe dan bahkan di kota Berastagi yang dikenal sebagai daerah wisata terdapat mata rantai perdagangan narkotika Internasional. Selain itu, karena faktor kekayaan alam yaitu tingkat kesuburan tanah dan cuaca yang mendukung di Indonesia, merupakan sarana potensial guna menanam sejenis ganja yang merupakan salah satu bahan dasar untuk membuat narkotika, sehingga menyebabkan sumber narkotika, baik yang bersifat alami maupun sintetis tetap tersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar