Senin, 26 Maret 2012

Rumah Adat Karo dan Reliefnya

Suku Karo terlebih di Desa Lingga, sampai saat ini masih memiliki bangunan-bangunan tradisional seperti: rumah adat, Jambur, Lesung, Geriten dan Sapo Page. Bentuk, bahan dan teknik mendirikan bangunan itu hampir sama. Letak dindingnya miring ke arah luar, mempunyai dua pintu yang menghadap ke arah barat dan timur.




Pada kedua ujung atap terdapat tanduk a H
<),'Dlw;;9ih dapat kita jumpai di desa Lingga, lesung antik. Lesung ini dibuat dari kayu pangkih sejenis kayu keras. Lesung ini mempunyai tiga puluh empat buah lubang tempat menumbuk padi. Letak lubang ada yang berpasang-pasang dan ada pula yang sebaris memanjang. Lesung ini terletak dalam sebuah bangunan tradisional yang tidak berdinding. Bangunan ini mempunyai enam buah tiang-tiang besar, tiga sebelah kanan yang disebut binangun Pinem.



Kenangan


Salah satu karya tradisi yang mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruang, tapi juga tempat menumbuhkan nilai-nilai. Salah satunya kebersamaan, salah satu nilai kuat dipancangkan di rumah adat Karo Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri.


Bangunan rumah Tradisional Karo memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteramng pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat, besar dan kuat disebut Ture. Ture ini digunakan untuk anak gadis bertenun. Sedang pada malam hari, Ture atau serambi ini, berfungsi sebagai tempat naki-naki atau tempat perkenalan para pemuda dan pemudi untuk memadu kasih.


Sesuai dengan atapnya, rumah adat karo terdiri dari dua macam, yaitu rumah adat biasa dan rumah anjung-anjung. Pada rumah adat biasa mempunyai dua ayo-ayo dan dua tanduk kepala kerbau. Sedangkan pada rumah anjung-anjung terdapat paling sedikit ayo-ayo dan tanduk kepala kerbau.


Teknologi tradisional lainnya yang masih ada peninggalannya di desa Lingga adalah Sapo Page yang artinya lumbung padi. Bentuk Sapo Page, seperti rumah adat. Letaknya di halaman depan rumah adat. Tiap-tiap Sapo Page milik dari beberapa jambu atas rumah adat. Sama dengan Geriten, Sapo Page terdiri dari dua tingkat dan berdiri di atas tiang. Lantai bawah tidak berdinding. Ruang ini digunakan untuk tempat duduk-duduk, beristirahat dan sebagai ruang tamu. Lantai bagian atas mempunyai dinding untuk menyimpan padi.


Warisan budaya berupa bangunan lain yang masih dapat kita jumpai di desa Lingga, lesung antik. Lesung ini dibuat dari kayu pangkih sejenis kayu keras. Lesung ini mempunyai tiga puluh empat buah lubang tempat menumbuk padi. Letak lubang ada yang berpasang-pasang dan ada pula yang sebaris memanjang. Lesung ini terletak dalam sebuah bangunan tradisional yang tidak berdinding. Bangunan ini mempunyai enam buah tiang-tiang besar, tiga sebelah kanan yang disebut binangun Pinem.


Kenangan


Salah satu karya tradisi yang mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruang, tapi juga tempat menumbuhkan nilai-nilai. Salah satunya kebersamaan, salah satu nilai kuat dipancangkan di rumah adat Karo Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri.


Bangunan rumah Tradisional Karo memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Rumah warisan budaya Karo berusia ratusan tahun dan terdapat di sejumlah desa di Kabupaten Karo, termasuk di Desa Lingga. Rumah adat itu di sebut di waluh jabu, sepulu dua jabu, enem jabu dan empat jabu. Artinya dalam rumah adat sepuludua jabu, dalam rumah adat itu terdapat 12 kepala keluarga dan seterusnya.


Bahan bangunan rumah tradisionil ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Rumah adat karo memiliki dua pintu, yang letaknya di bagian depan dan yang satunya lagi di belakang. Jumlah jendela-nya ada delapan. Empat ada di samping kiri dan kanan.


Empatnya lagi ada di bagian depan dan belakang. Organisasi rumah adat ini berpola "linier" karena ruangan-nya menunjukkan bentuk garis. Pada beberapa bagian rumah, terdapat relief yang dicat dengan warna merah, putih, kuning, hitam dan biru. Bangunan-bangunan itu berbentuk khusus yang melambangkan sifat-sifat khas dan suku Karo.


Keunikan dari rumah adat Karo dibandingkan dengan rumah adat lainnya yang ada di Sumatera adalah pada atapnya. Atap rumah adat karo bertingkat dua dan pada kedua ujung atap terdapat tanduk kerbau.


Kondisi rumah peninggalan nenek moyang Karo tersebut sangat memprihatinkan. Di Desa Lingga terdapat sekitar 28 rumah adat. Kini tinggal 2 buah lagi yang layak huni, yakni rumah Gerga (Raja) dan rumah Blang ayo. Sekitar 5 rumah adat disana berdiri miring dan hampir rubuh. Sedangkan rumah adat lainnya telah rubuh.


Menurut Tokoh Masyarakat Lingga, pernah ada upaya yang dilakukan untuk merehabilitasi rumah adat melalui pihak pemerintah dan swasta, tapi sampai saat ini belum terealisasi.


Ada juga pernah membantu tapi belum mencukupi. Biaya rehabilitasi rumah adat di Lingga memerlukan dana sekitar 2, 5 Miliar.


"Kami berharap dana rehabilitasi rumah adat Lingga dianggarkan dalam APBD Karo," kata mereka.


Dulu Desa Lingga merupakan salah satu daerah tujuan wisata, Sumut yang juga memiliki Lumbung Padi, Lesung Antik dan Geriten (bangunan tempat menyimpan tengkorak sanak keluarga yang telah meninggal).


Dengan kurangnya keperdulian terhadap Rumah Adat Karo ini, diperkirakan, tak lama lagi Rumah Adat Karo hanya tinga kenangan. Anak cucu yuang lahir di abad sekarang, hanya mampu melihat foto-foto belaka. Kapan rumah adat Karo dan relief-leriefnya yang memiliki makna cukup tinggi bisa direhabilitasi? Kita hanya bisa menunggu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar