Kamis, 29 Maret 2012

Sekilas Suku Karo Tempo Doeloe (Arsitektur Rumah Adat dan Catur Karo)

1.  Karo dan Teknologi Arsitektur.
Suku karo merupakan ilmuan natural yang handal. Ilmu arsitektur suku Karo merupakan salah satu yang seharusnya dipelajari lebih dalam bagi para arsitek di Indonesia. Bangunan dari kayu yang menjadi rumah adat suku karo sunguh menakjubkan dan mungkin bangunan kayu yang tertinggi di Indonesia bahkan sebagian belahan dunia.

Rumah Adat Karo Sepuluh enem jabu i Kabanjahe 
simerupaken Rumah Sebayak Kabanjahe tahun 1923.

Gambar di bawah ini merupakan rumah adat Karo yang dibangun oleh suku Karo. Perhatikan bentuk bangunanya yang sunguh menarik dan perhatikan ketinggian puncak-puncaknya, dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Bangunan ini selain kokoh dan megah juga tahan gempa, bangunan tanpa menggunakan paku ini dapat berumur 250 tahun. Ini merupakan bukti bahwa suku Karo memiliki kemampuan dalam bidang arsiektur sejak beratus tahun yang lalu. Link Youtube berbagai rumah adat karo tempo doeloe.


Rumah adat Karo bertingkat lima dengan arsitektur yang cukup menakjubkan

Lebih jauh tentang rumah adat Karo siwaluh jabu youtube.




2. Catur KARO dan Joker KARO

Suku Karo juga terkenal sebagai pemikir, sejumlah hasil karya suku Karo adalah Catur Karo dan Joker Karo. Dapat dibayangkan, bahwa sejak dari jaman dahulu Karo mampu menciptakan permainan ASAH otak yang orisinil dari karo. Gambar di bawah adalah orang-orang karo sedang bermain catur karo.

Master catur Karo disaksikan dengan seksama oleh para penikmat catur karo


adi jangan heran jika GM Cerdas Barus dan MI Monang Sinullinga memiliki keahlian yang cukup diperhitungkan dalam permainan caturnya, karena darahnya memiliki semangat leluhur yang menciptakan dan mencintai olah raga catur.
Mereka menikmati kegiatan asah otak ini.



Suku karo juga memiliki JOKER KARO yaitu permainan yang khas dengan kartu Joker namun dengan teknik permainan yang khusus. Joker karo juga telah dicontoh oleh berbagai suku sekitanya sebagai permainan ketangkasan khususnya dengan bermain judi. Dengan budaya lama ini, maka hingga saat ini orang karo relatif gemar bermain asah otak + berjudi dengan menggunakan berbagai jenis permainan judi modern.
Untuk suku-suku di Indoneisa  suku Karo memilki teknologi yang relatif cukup lumayan tinggi pada jamannya. Secara umum ini merupakan kebanggan dan kekayaan bangsa Indonesia secara universal.



Selasa, 27 Maret 2012

Parade Suku Karo Saat Kelahiran Putri Irene (Belanda)




Parade dari kelompok Etnis Suku Karo dalam rangka menyambut kelahiran Putri Irene (1939). Putri Irene adalah adik pertama dari Putri Beatrix. Saat itu Beatrix berusia satu tahun ketika Irene lahir. Beatrix adalah anak sulung dari dari Putri Mahkota Juliana dari Belanda dan Pangeran Bernhard dari Lippe-Biesterfeld.



Pada 31 Januari 1956, Putri Beatrix merayakan ulang tahun ke-18. Dan pada tanggal tersebut, dibawah Konstitusi Belanda, dia berhak untuk mendapatkan hak prerogatif kerajaan. Saat itu, ibunya melantiknya di Dewan Negara. Pada tanggal 30 April 1980, Putri Beatrix diangkat menjadi Ratu Belanda saat ibunya turun tahta.

Karo Batak tijdens een optocht in de Bataklanden, vermoedelijk ter gelegenheid van de geboorte van prinses Irene.

AdditionalNegatiefnr: XV, 15. Datering opname: 1937-1941. Aantekeningen aanwezig
Collection : Voorhoeve, P.

Sumber : KTKK

Sange Arnhemia Gundari Pancurbatu

Nama tempat yang disebut Arnhemia di catatan kolonial Belanda adalah Pancurbatu (Kab. Deliserdang), berasal dari nama Perkebunan Belanda bernama Arnhemia. Dan menurut Anthony Reid Arnhemia is the European planters' town near Pancur Batu.

Rumah Adat Karo di Arnhemia
Karo huis in Arnhemia
Date : 1939-05-31
Bandar Baroe
Vlakte van Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1935
Collection : Tichelman, GL
Kantor Administratur perkebunan di Bandar Baroe
Administrateurswoning op onderneming Bandar Baroe te Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1915
Perkebunan Kopi di Bandar Baroe
Ontginning voor koffievelden op onderneming Bandar Baroe te Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1915
Siboelangit, sebuah desa di perkebunan Bandar Baroe
Boelangis, vermoedelijk een Batak dorp bij onderneming Bandar Baroe te Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1915
Provenance : Onbekend
Kampung Boekoem
Kampong Boekoem bij Dolak Baros ten zuidwesten van Arnhemia
Date : Circa 1900
Provenance : Onbekend
Bandar Baroe
Dorp, vermoedelijk bij de onderneming Bandar Baroe te Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1915
Provenance : Onbekend
Pembangunan jalan Boeloehawar
Aanleg van een weg naar Boeloehawar, vermoedelijk bij Bandarbaroe bij Arnhemia
Date : Circa 1910
Provenance : Onbekend
Delitua
Bosweg te Delitoea bij Arnhemia
Date : Circa 1925
Provenance : Onbekend
Jembatan di atas sungai Betimoes (?) penghubung Arnhemia dan Berastagi
Brug over de Soengai Betimoes (?) in de weg van Arnhemia naar Berastagi op Sumatra's Oostkust
Date : Circa 1910
Provenance : Onbekend

Sumber : KTKK

Senin, 26 Maret 2012

Pernikahan menurut adat karo

Kita terlebih dahulu diajak kembali kira-kira 100 tahun yang lalu. Kondisi kehidupan masyarakat Karo pada saat itu masih cukup sederhana dalam segala aspek. populasi penduduk belum ramai, perkampungan masih kecil, ada dua atau tiga rumah adat waluh jabu ditambah beberapa rumah sederhana satu dua.

Kalau sudah ada sepuluh rumah adat baru dapat dikatakan perkampungan tersebut ramai.Sarana dan prasarana jalan belum ada, hanya jalan setapak yang menghubungkan satu kampung dengan kampung yang lain.
Kegiatan ekonomi dan perputaran uang hanya baru sebagian kecil saja. Hanya pedagang yang disebut dengan “Perlanja Sira” yang sesekali datang untuk berdagang secara barter (barang tukar barang)Pekerjaan yang dilakukan hanyalah ke sawah dan ke ladang (kujuma kurumah), ditambah menggembalakan ternak bagi pria dan menganyam tikar bagi wanita.
Pemerintahan yang ada hanya sebatas pemerintahan desa. Kepercayaan yang ada adalah aninisme, dinamisme yang disebut “perbegu”. Alat dapur yang dipakai masih sangat sederhana, priuk tanah sebagai alat memasak nasi dan lauk pauknya, walau ada juga yang telah memasak dengan priuk gelang-gelang atau priuk tembaga/besi, tempat air kuran.
Namun demikian kehidupan berjalan terus, meneruskan generasi dengan orang yang sudah dianggap dewasa berkeluarga, dikatakan dewasa bagi seorang pria adalah ketika dia telah dapat membuat ukat, kuran atau membuka ladang, bagi wanita telah dapat menganyam tikar dan memasak nasi dan lauk pauk.

Pernikahan
Proses ataupun tahapan yang akan dilaksanakan bila ingin berkeluarga pada pria dewasa dinamai “Anak Perana” dan wanita dewasa dinamai “Singuda-nguda”. Ada lima tahapan yang harus dijalankan yaitu :

Naki-naki

Anak Perana yang ingin menikah terlebih dahulu mencari seorang singuda-nguda, yang dianggapnya cocok, tidak sumbang, tetapi harus sesuai dengan adat Karo. Melakukan komunikasi melalui perantaraan, sampai ada kesediaan siwanita menerima kehadirannya.

Maba Nangkih
Jika sudah saling menyukai, diteruskan dengan membawa siwanita “Nangkih” ke rumah anak beru si pria. Sebagi tanda melalui perantara diberikan ‘Penading” kepada orang tua si wanita.
Orang tua si wanita seolah-olah kaget menerimanya, seakan mereka tidak tahu dan tidak menyetujuinya, dan seterusnya. Namun demikian dua atau tiga hari kemudian beberapa orang ibu-ibu menemani ibu si wanita menghantarkan nasi/makanan kepada anaknya. Melakukan pembicaraan dengan pihak pria mengenai kelanjutannya, dan seterusnya.

Ngembah Belo Selambar
Setelah dilakukan pembicaraan dengan yang baik antara kedua belah pihak, selanjutnya pihak pria mendatangi pihak keluarga si wanita bersama sembuyak, senia dan anak berunya, demikian pula pihak wanita bersama sembutyak, senina dan anak berunya telah bersiap menyambut kedatangan pihak pria.
Yang datang terbatas, cukup membawa satu atau dua ekor ayam untuk dugulai dan beras secukupnya. Biasanya malam setelah selesai makan dilaksanakan pembicaraan atapun musyawarah (runggu) isinya hanya satu yaitu meminta kesediaaan dengan senang hati dari orang tua si wanita dalam keinginan anaknya menikah, tentunya ikut juga dukungan dari anak beru, bila sudah bersedia dan dengan senang hati orang tua siwanita (kalimbubu) acara tersebut telah selesai.
Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, keesokan harinya pihak si pria beserta kedua calon pengantin dapat langsung pulang.

Nganting Manuk
Biasanya acara ini dilaksanakan pada saat pekerjaan tidak begitu sibuk, padi telah dipanen sekali. Pembicaraan ini harus dihadiri lebih lengkap dan lebih penting. Singalo bere-bere harus dipanggil, lengkap sangkep ngeluh.
Makanan lebih banyak dibawa (boleh kambing atau babi), tidak lagi hanya ayam. Melihat bentuk pertemuan dan kesanggupan dan kehormatan pihak yang datang. Waktunya boleh malam hari atau pagi menjelang siang hari. Banyaknya yang hadir kira-kira memenuhi rumah adat ataupun sekitar 2 -3 kaleng beras untuk dimasak. Dalam acara ini yang dibicarakan adalah mengenai pelaksanaan pesta adat, kapan waktunya, berapa yang harus ditanggung dan berapa utang adat yang harus dibayarkan.

Tingkatan Pesta ada tiga pilihan yaitu Singuda pesta adatnya dilakukan dirumah saja, Sintengah bila kumpul seluruh sanak family, Sintua, bila ditambah pengantin rose, (berpakaian adat lengkap) bergendang (musik tradisional) dan memotong lembu atau kerbau.
Tanggungan pihak pengantin pria, seperti pembayaran utang adat tentunya disesuaikan dengan tingkatan pestanya adatnya. Dikarenakan telah didapat kesepakatan untuk melaksanakan pesta adat, maka ditanyalah kalimbubu singalo bere-bere, apa yang akan menjadi hadiah perkawinan (luah/pemberian) yang akan diserahkan sebagai tanda restu kepada beberenya yang akan menikah.

Tentunya hal ini akan ditanyakan terlebih dahulu kepada beberenya, apa keinginannya, dan keinginan ini tidak dapat tidak disampaikan/disetujui. Mama si wanita akan memerintahkan kepada turangnya (ibu si wanita) agar menyediakan permintaan tersebut.

Pada Nganting Manuk ini juga ditetapkan belin gantang tumba, banyaknya makanan yang harus dipersiapkan. Biasanya pesta dilaksanakan setelah selesai panen.

Kerja Adat Perjabun
Ini adalah tahapan terakhir mensyahkan telah diselesaikan adat pernikahan. Telah syah menjadi satu keluarga yang baru. Semua akan berkumpul pada pesta adat seperti yang telah disepakati bersama. Dahulu tempat pesta tidak ada dirumah pasti tidak muat jadi pesta dilaksanakan di tempat lapang atau dibawah kayu rindang.
Bila pada saat pesta panas terik maka anak beru kedua belah pihak akan mendirikan tempat berteduh yang terbuat dari kayu, daun rumbia atau daun/pelepah kelapa. Tikar tempat duduk dan kayu bakar telah dipersiapkan oleh pihak siwanita. Dikarenakan pada saat itu fasilitas apapun tidak ada, maka diminta kepada penduduk desa untuk memasak makanan, masing-masing 2-3 tumba berikut dengan sumpitnya (tempat nasi) dan membawanya ketempat pesta dilaksanakan.

Lauk pauk (daging) langsung dibagi lima, dua bagian untuk pihak pria, dua bagian untuk pihak wanita dan satu bagian untuk singalo bere-bere. Jadi jelaslah bagi kita bahwa ketiga komponen inilah yang berperan penting. Sukut si empo (pihak pria) bersama sangkep nggelunya, begitu juga pihak wanita. Tidak ketinggalan singalo bere-bere bersama sangkep nggeluhnya inilah yang disebut dengan Kalimbubu Si Telu Sedalanen (hal ini akan kita bicarakan dilain waktu)

Masing-masing ketiga kelompok ini membawa anak berunya untuk menyiapkan makanan seperti yang telah dibagikan tadi.

Jika kalimbubu si ngalo ulu emas dari pihak pria, boleh tidak hadir disitu, akan didatangi dikemudian hari untuk membayar utang adat.

Pada waktu dulu tidak ada pidato-pidato seperti sekarang ini, kalimbubu singalo bere-bere memberikan hadiah dan doa restunya.

Untuk mensyahkan pernikahan menurut adat telah selesai, selanjutnya akan dijalankan terlebih dahulu “si arah raja”, ini ditangani oleh Pengulu atau Pemerintah, besarnya Rp. 15,- uang perak, dinamakan si mecur, diberikan kepada seluruh komponen yang berhak menerima, ulu emas, bena emas, perkempun, perbibin, perkemberahen, dan lainya. Setelah itu Rp. 60,- uang perak unjuken untuk pihak si wanita, selebihnya dinamakan tepet-tepet dijalankan oleh anak beru kedua belah pihak saja.

Pesta Pernikahan terbagi atas tiga jenis :
Kerja Erdemu Bayu, bila jumpa impal, ngumban ture buruk, jumpa kalimbubu ayah, kembali kepada kampahnya bila jumpa kalimbubu nini.
Kerja Petuturken, jumpa kelularga yang baru, terlebih dahulu bertutur.
Kerja Ngeranaken, bila ada yang harus dimusyawarahkan, misal tuturnya turang impal, tutur sepemeren, ada yang harus diperbaiki sabe ataupun denda, nambari pertuturen.

Demikianlah sekilas Kronologis Proses Pernikahan pada Suku Karo dan Pesta Adatnya, pada zaman dulu, hal ini sebagai kilas balik sesuai dengan zamannya.

Asal Usul Kota Medan & Legenda Putri Hijau

Kampung kecil, dalam masa lebih kurang 80 tahun dengan pesat berkembang menjadi kota, yang dewasa ini kita kenal sebagai kota Medan, berada di suatu tanah datar atau MEDAN, di tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang waktu itu dikenal sebagai “Medan Putri”, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang.

Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya “Riwayat Hamparan Perak” yang terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari empat kepala suku Kesultanan Deli.

John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggeris yang berkedudukan di Penang, pernah berkunjung ke Medan tahun 1823. Dalam bukunya bernama “Mission to the Eastcoast of Sumatera”, edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok Mesjid kampung Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa.

Menurut legenda, dizaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.

Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesulatanan Deli.

Menurut legenda yang tersebut di atas, dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.

Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam itu, meledak bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe.

Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu, mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli disatu tempat yang berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lok Seumawe, Aceh.

Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.

Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.

Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu, diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.

Legenda ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dari Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Isatana Maymoon, Medan.

Budaya Karo – Sejarah Marga-Marga (2)

4. Merga Sembiring

Merga Sembiring secara umum membagi diri menjadi dua kelompok yaitu Sembiring yang memakan anjing dan Sembiring yang berpantang memakan anjing.
* Sembiring Siman Biang (Sembiring yang memakan biang (anjing))
o Sembiring Kembaren

Menurut Pustaka Kembaren, asal-usul merga ini terdiri dari Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke Kutungkuhen di Alas. Nenek moyang mereka bernama Kenca Tampe Kuala, berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama Pisau Bala Bari. Keturunannya kemudian mendirikan kampung Silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan. Dari sana kemudian menyebar ke Liang Melas, saperti Kuta Mbelin, Sampe Raya, Pola Tebu, Ujong Deleng, Negerijahe, Gunong Meriah, Longlong, Tanjong Merahe, Rih Tengah dan lain-lain. Merga ini juga tersebar luas di Kab. Langkat saperti Lau Damak, Batu Erjong-Jong, Sapo Padang, Sijagat, dll.
o Sembiring Keloko

Menurut cerita, Sembiring Keloko masih satu keturunan dengan Sembiring Kembaren. Merga Sembiring Keloko tinggal di Rumah Tualang, sebuah desa yang sudah ditinggalkan antar Pola Tebu dengan Sampe Raya. Merga ini sekarang terbanyak tinggal di Pergendangen, beberapa keluarga di Buah Raya dan Limang.
o Sembiring Sinulaki

Sejarah merga Sembiring Sinulaki dikatakan juga sama dengan sejarah Sembiring Kembaren, karena mereka masih dalam satu rumpun. Merga Sinulaki berasal dari Silalahi.
o Sembiring Sinupayung

Merga ini menurut cerita bersaudara dengan Sembiring Kembaren. Mereka ini tinggal di Juma Raja dan Negeri.

Keempat merga ini boleh memakan anjing sehingga disebut Sembiring Siman Biang.
* Sembiring Singombak

Adalah kelompok merga Sembiring yang menghanyutkan abu-abu jenasah keluarganya yang telah meninggal dunia dalam perahu kecil melalui Lau Biang (Sungai Wampu).
Adapun kelompok merga Sembiring Singombak tersebut adalah sebagai berikut :
o Sembiring Brahmana

Menurut cerita lisan Karo, nenek moyang merga Brahmana ini adalah seorang keturunan India yang bernama Megitdan pertama kali tinggal di Talu Kaban. Anak-anak dari Megit adalah, Mecu Brahmana yang keturunannya menyebar ke Ulan Julu, Namo Cekala, dan kaban Jahe. Mbulan Brahmana menjadi cikal bakal kesain Rumah Mbulan Tandok Kabanjahe yang keturunannya kemudian pindah ke Guru Kinayan dan keturunannya mejadi Sembiring Guru Kinayan. Di desa Guru Kinayan ini merga Brahmana memperoleh banyak kembali keturunan. Dari Guru Kinayan, sebagian keturunananya kemudian pindah ke Perbesi dan dari Perbesi kemudian pindah ke Limang.
o Sembiring Guru Kinayan

Sembiring Guru Kinayan terjadi di Guru Kinayan, yakni ketika salah seorang keturunan dari Mbulan Brahmana menemukan pokok bambo bertulis (Buloh Kanayan Ersurat). Daun bambo itu bertuliskan aksara Karo yang berisi obat-obatan. Di kampung itu menurut cerita dia mengajar ilmu silat (Mayan) dan dari situlah asal kata Guru Kinayan (Guru Ermayan). Keturunannya kemudian menjadi Sembiring Guru Kinayan.
o Sembiring Colia

Merga Sembiring Colia, juga menurut sejarah berasal dari India, yakni kerajaan Cola di India. Mereka mendirikan kampung Kubu Colia.
o Sembiring Muham

Merga ini juga dikatakan sejarah, berasal dari India, dalam banyak praktek kehidupan sehari-hari merga ini sembuyak dengan Sembiring Brahmana, Sembiring Guru Kinayan, Sembiring Colia, dan Sembiring Pandia. Mereka inilah yang disebut Sembiring Lima Bersaudara dan itulah asal kata nama kampung Limang. Menurut ahli sejarah Karo. Pogo Muham, nama Muham ini lahir, ketika diadakan Pekewaluh di Seberaya karena perahunya selalu bergempet (Muham).
o Sembiring Pandia

Sebagaimana sudah disebutkan di atas, bahwa merga Sembiring Pandia, juga berasal dari kerajaan Pandia di India. Dewasa ini mereka umumnya tinggal di Payung.
o Sembiring Keling

Menurut cerita lisan Karo mengatakan, bahwa Sembiring Keling telah menipu Raja Aceh dengan mempersembahkan seekor Gajah Putih. Untuk itu Sembiring Keling telah mencat seekor kerbau dengan tepung beras. Akan tetapi naas, hujan turun dan lunturlah tepung beras itu, karenanya terpaksalah Sembiring Keling bersembunyi dan melarikan diri. Sembiring Keling sekarang ada di Raja Berneh dan Juhar.

(Petra : kata Keling juga ada di Wikipedia yakni orang India yang berasal dari Kalingga, India)
o Sembiring Depari

Sembiring Depari menurut cerita menyebar dari Seberaya, Perbesi sampai ke Bekacan (Langkat). Mereka ini masuk Sembiring Singombak, di daerah Kabupaen Karo nama kecil (Gelar Rurun) anak laki-laki disebut Kancan, yang perempuan disebut Tajak. Sembiring Depari kemudian pecah menjadi Sembiring Busok. Sembiring Busok ini terjadi baru tiga generasi yang lalu. Sembiring Busok terdapat di Lau Perimbon dan Bekancan.
o Sembiring Bunuaji

Merga ini terdapat di Kuta Tengah dan Beganding.
o Sembiring Milala

Sembiring Milala, juga menurut sejarah berasal dari India, mereka masuk ke Sumatera Utara melalui Pantai Timur di dekat Teluk Haru. Di Kabupaten Karo penyebarannya dimulai dari Beras Tepu. Nenek moyang mereka bernama Pagit pindah ke Sari Nembah. Merka umumnya tinggal di kampung-kampung Sari Nembah, Raja Berneh, Kidupen, Munte, Naman dan lain-lain. Pecahan dari merga ini adalah Sembiring Pande Bayang.
o Sembiring Pelawi

Menurut cerita Sembiring Pelawi diduga berasa dari India (Palawa). Pusat kekuasaan merga Pelawi di wilayah Karo dahulu di Bekancan. Di Bekancan terdapat seorang Raja, yaitu Sierkilep Ngalehi, menurut cerita, daerahnya sampai ke tepi laut di Berandan, seperti Titi Pelawi dan Lau Pelawi. Di masa penjajahan Belanda daerah Bekancan ini masuk wilayah Pengulu Bale Nambiki. Kampung-kampung merga Sembiring Pelawi adalah : Ajijahe, Kandibata, Perbesi, Perbaji, Bekancan dan lain-lain.
o Sembiring Sinukapor

Sejarah merga ini belum diketahui secara pasti, mereka tinggal di Pertumbuken, Sidikalang, dan Sarintonu.

(Petra : ada hubungannya ama nama India, Capoor gak ya? :mrgreen: (dah capek ngcopy paste…))
o Sembiring Tekang

Sembiring Tekang dianggap dekat/bersaudara dengan Sembiring Milala. Di Buah Raya, Sembiring Tekang ini juga menyebut dirinya Sembiring Milala. Kedekatan kedua merga ini juga terlihat dari nama Rurun anak-anak mereka. Rurun untuk merga Milala adalah Jemput (laki-laki di Sari Nembah) / Sukat (laki-laki di Beras Tepu) dan Tekang (wanita). Sementara Rurun Sembiring Tekang adalah Jambe (laki-laki) dan Gadong (perempuan). Kuta pantekennya adalah Kaban, merga ini tidak boleh kawin-mengawin dengan merga Sinulingga, dengan alasan ada perjanjian, karena anak merga Tekang diangkat anak oleh merga Sinulingga.
5. Merga Tarigan

Ada cerita lisan (Darwin Prinst, SH. Legenda Merga Tarigan dalam bulletin KAMKA No. 010/Maret 1978 ) yang menyebutkan merga Tarigan ini tadinya berdiam di sebuah Gunung, yang berubah mejadi Danau Toba sekarang. Mereka disebut sebagai bangsa Umang. Pada suatu hari, isteri manusia umang Tarigan ini melahirkan sangat banyak mengeluarkan darah. Darah ini, tiba-tiba menjadi kabut dan kemudian jadilah sebuah danau. Cerita ini menggambarkan terjadinya Danau Toba dan migrasi orang Tarigan dari daerah tersebut ke Purba Tua, Cingkes, dan Tongtong Batu. Tiga orang keturunan merga Tarigan kemudian sampai ke Tongging yang waktu itu diserang oleh burung Sigurda-Gurda berkepala tujuh. Untuk itu Tarigan memasang seorang anak gadis menjadi umpan guna membunuh manok Sigurda-gurda tersebut.

Sementara di bawah gadis itu digali lobang tempat sebagai benteng merga Tarigan. Ketika burung Sigurda-gurda datang dan hendak menerkam anak gadis itu, maka Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menyumpit (eltep) kepala burung garuda itu. Enam kepala kena sumpit, akan tetapi satu kepala tesembunyi di balik dahan kayu. Salah seorang merga Tarigan ini lalu memanjat pohon dan menusuk kepala itu dengan pisau. Maksud cerita ini mungkin sekali, bahwa pada waktu itu sedang terjadi peperangan, atau penculikan anak-anak gadis di Tongging. Pengulu Tongging merga Ginting Manik lalu minta bantuan kepada merga Tarigan untuk mengalahkan musuhnya tersebut

Beberapa generasi setelah kejadian ini, tiga orang keturunan merga Tarigan ini diberi nama menurut keahliannya masing-masing, yakni ; Tarigan Pertendong (ahli telepati), Pengeltep (ahli menyumpit) dan Pernangkih-nangkih (ahli panjat). Tarigan pengeltep kawin dengan beru Ginting Manik. Diadakanlah pembagian wilayah antara penghulu Tongging dengan Tarigan Pengeltep. Tarigan menyumpitkan eltepnya sampai ke Tongtong Batu. Tarigan lalu pergi kesana, dan itulah sebabnya pendiri kampung (Simantek Kuta) di Sidikalang dan sekitarnya adalah Tarigan (Gersang). Tarigan Pertendong dan Tarigan Pernangkih-nangkih tinggal di Tongging dan keturunannya kemudian mejadi Tarigan Purba, Sibero, dan Cingkes, baik yang di Toba maupun yang di Simalungun. Beberapa generasi kemudian berangkatlah dua orang Merga Tarigan dari Tongtong Batu ke Juhar, yang kemudian di Juhar dikenal sebagai Tarigan Sibayak dan Tarigan Jambor Lateng. Tarigan Sebayak mempunyai nama rurun Batu (laki-laki) dan Pagit (perempuan). Sementara nama rurun Tarigan Jambor Lateng adalah Lumbung (laki-laki) dan Tarik (perempuan). Kemudian datang pulalah Tarigan Rumah Jahe dengan nama rurun Kawas (laki-laki) dan Dombat (wanita).

Adapun cabang-cabang dari merga Tarigan ini adalah sebagai berikut :
* Tarigan Tua

kampong asalnya di Purba Tua dekat Cingkes dan Pergendangen
* Tarigan Bondong

di Lingga
* Tarigan Jampang

di Pergendangen
* Tarigan Gersang

di Nagasaribu dan Beras Tepu
* Tarigan Cingkes

di Cingkes
* Tarigan Gana-gana

di Batu Karang ;
* Tarigan Peken

di Sukanalu dan Namo Enggang
* Tarigan Tambak

di Kebayaken dan Sukanalu
* Tarigan Purba

di Purba
* Tarigan Sibero

di Juhar, Kuta Raja, Keriahen Munte, Tanjong Beringen, Selakar, dan Lingga
* Tarigan Silangit

di Gunung Meriah (Deli Serdang)
* Tarigan Kerendam

di Kuala, Pulo Berayan dan sebagian pindah ke Siak dan menjadi Sultan disana
* Tarign Tegur

di Suka
* Tarigan Tambun

di Rakut Besi dan Binangara
* Tarigan Sahing

di Sinaman

Disadur dari Keputusan Kongres Kebudayaan Karo, 3 Desember 1995
Dan Buku – buku Budaya Karo.

Budaya Karo – Sejarah Marga-Marga (1)

Berdasarkan Keputusan Kongres Kebudayaan Karo. 3 Desember 1995 di Sibayak International Hotel Berastagi, pemakaian merga didasarkan pada Merga Silima, yaitu ;

1. Ginting
2. Karo-Karo
3. Peranginangin
4. Sembiring
5. Tarigan

Sementara Sub Merga, dipakai di belakang Merga, sehingga tidak terjadi kerancuan mengenai pemakaian Merga dan Sub Merga tersebut.

Adapun Merga dan Sub Merga serta sejarah, legenda, dan ceritanya adalah sebagai berikut

1. Merga Ginting

Merga Ginting terdiri atas beberapa Sub Merga seperti :
* Ginting Pase

Ginting Pase menurut legenda sama dengan Ginting Munthe. Merga Pase juga ada di Pak-Pak, Toba dan Simalungun. Ginting Pase dulunya mempunyai kerajaan di Pase dekat Sari Nembah sekarang. Cerita Lisan Karo mengatakan bahwa anak perempuan (puteri) Raja Pase dijual oleh bengkila (pamannya) ke Aceh dan itulah cerita cikal bakal kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Untuk lebih jelasnya dapat di telaah cerita tentang Beru Ginting Pase. (Petra : Bisa dibaca di sini)
* Ginting Munthe

Menurut cerita lisan Karo, Merga Ginting Munthe berasal dari Tongging, kemudian ke Becih dan Kuta Sanggar serta kemudian ke Aji Nembah dan terakhir ke Munthe. Sebagian dari merga Ginting Munthe telah pergi ke Toba (Nuemann 1972 : 10), kemudian sebagian dari merga Munthe dari Toba ini kembali lagi ke Karo. Ginting Muthe di Kuala pecah menjadi Ginting Tampune.
* Ginting Manik

Ginting Manik menurut cerita masih saudara dengan Ginting Munthe. Merga ini berasal dari Tongging terus ke Aji Nembah, ke Munthe dan Kuta Bangun. Merga Manik juga terdapat di Pak-pak dan Toba.
* Ginting Sinusinga
* Ginting Seragih

Menurut J.H. Neumann (Nuemann 1972 : 10), Ginting Seragih termasuk salah satu merga Ginting yang tua dan menyebar ke Simalungun menjadi Saragih, di Toba menjadi Seragi.
* Ginting Sini Suka

Menurut cerita lisan Karo berasal dari Kalasan (Pak-Pak), kemudian berpindah ke Samosir, terus ke Tinjo dan kemudian ke Guru Benua, disana dikisahkan lahir Siwah Sada Ginting (Petra : bacanya Sembilan Satu Ginting), yakni :
o Ginting Babo
o Ginting Sugihen
o Ginting Guru Patih
o Ginting Suka (ini juga ada di Gayo/Alas)
o Ginting Beras
o Ginting Bukit (juga ada di Gayo/Alas)
o Ginting Garamat (di Toba menjadi Simarmata)
o Ginting Ajar Tambun
o Ginting Jadi Bata

Kesembilan orang merga Ginting ini mempunyai seorang saudara perempuan bernama Bembem br Ginting, yang menurut legenda tenggelam ke dalam tanah ketika sedang menari di Tiga Bembem atau sekarang Tiga Sukarame, kecamatan Munte.
* Ginting Jawak

Menurut cerita Ginting Jawak berasal dari Simalungun. Merga ini hanya sedikit saja di daerah Karo.
* Ginting Tumangger

Marga ini juga ada di Pak Pak, yakni Tumanggor.
* Ginting Capah

Capah berarti tempat makan besar terbuat dari kayu, atau piring tradisional Karo. (Petra : Which is saya juga belum tahu yang mana, atau tahu tapi gak tau sebutannya :P )
2. Merga Karo-Karo

Merga Karo-Karo terbagi atas beberapa Sub Merga, yaitu :
* Karo-Karo Purba

Merga Karo-Karo Purba menurut cerita berasal dari Simalungun. Dia disebutkan beristri dua orang, seorang puteri umang dan seorang ular.
Dari isteri umang lahirlah merga-merga :
o Purba
Merga ini mendiami kampung Kabanjahe, Berastagi dan Kandibata.
o Ketaren
Dahulu merga Karo-Karo Purba memakai nama merga Karo-Karo Ketaren. Ini terbukti karena Penghulu rumah Galoh di Kabanjahe, dahulu juga memakai merga Ketaren. Menurut budayawan Karo, M.Purba, dahulu yang memakai merga Purba adalah Pa Mbelgah. Nenek moyang merga Ketaren bernama Togan Raya dan Batu Maler (referensi K.E. Ketaren).
o Sinukaban

Merga Sinukaban ini sekarang mendiami kampung Kaban..

Sementara dari isteri ular lahirlah anak-anak yakni merga-merga :
o Karo-Karo Sekali

Karo-Karo sekali mendirikan kampung Seberaya dan Lau Gendek, serta Taneh Jawa.
o Sinuraya/Sinuhaji

Merga ini mendirikan kampung Seberaya dan Aji Siempat, yakni Aji Jahe, Aji Mbelang dan Ujung Aji.
o Jong/Kemit

Merga ini mendirikan kampung Mulawari.
o Samura
o Karo-Karo Bukit

Kelima Sub Merga ini menurut cerita tidak boleh membunuh ular. Ular dimaksud dalam legenda Karo tersebut, mungkin sekali menggambarkan keadaan lumpuh dari seseorang sehingga tidak bisa berdiri normal.
* Karo-Karo Sinulingga

Merga ini berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak, disana mereka telah menemui Merga Ginting Munthe. Sebagian dari Merga Karo-Karo Lingga telah berpindah ke Kabupaten Karo sekarang dan mendirikan kampung Lingga.
Merga ini kemudian pecah menjadi sub-sub merga, seperti :
o Kaban

Merga ini mendirikan kampung Pernantin dan Bintang Meriah,
o Kacaribu

Merga ini medirikan kampung Kacaribu.
o Surbakti

Merga Surbakti membagi diri menjadi Surbakti dan Gajah. Merga ini juga kemudian sebagian menjadi Merga Torong.

Menilik asal katanya kemungkinan Merga Karo-karo Sinulingga berasal dari kerajaan Kalingga di India. Di Kuta Buloh, sebagian dari merga Sinulingga ini disebut sebagai Karo-Karo Ulun Jandi. Merga Lingga juga terdapat di Gayo/Alas dan Pak Pak.
* Karo-Karo Kaban

Merga ini menurut cerita, bersaudara dengan merga Sinulingga, berasal dari Lingga Raja di Pak-Pak dan menetap di Bintang Meriah dan Pernantin.
* Karo-Karo Sitepu

Merga ini menurut legenda berasal dari Sihotang (Toba) kemudian berpindah ke si Ogung-Ogung, terus ke Beras Tepu, Naman, Beganding, dan Sukanalu. Merga Sitepu di Naman sebagian disebut juga dengan nama Sitepu Pande Besi, sedangkan Sitepu dari Toraja (Ndeskati) disebut Sitepu Badiken. Sitepu dari Suka Nalu menyebar ke Nambiki dan sekitar Sei Bingai. Demikian juga Sitepu Badiken menyebar ke daerah Langkat, seperti Kuta Tepu.
* Karo-Karo Barus

Merga Karo-Karo barus menurut cerita berasal dari Baros (Tapanuli Tengah). Nenek moyangnya Sibelang Pinggel (atau Simbelang Cuping) atau si telinga lebar. Nenek moyang merga Karo-Karo Barus mengungsi ke Karo karena diusir kawan sekampung akibat kawin sumbang (incest). Di Karo ia tinggal di Aji Nembah dan diangkat saudara oleh merga Purba karena mengawini impal merga Purba yang disebut Piring-piringen Kalak Purba. Itulah sebabnya mereka sering pula disebut Suka Piring.

(Petra : Wuih, sejarah nenek moyang gw jelek juga, ya….)
* Karo-Karo Manik

Di Buluh Duri Dairi (Karo Baluren), terdapat Karo Manik.
3. Merga Peranginangin

Merga Peranginangin terbagi atas beberapa sub merga, yakni :
* Peranginangin Sukatendel

Menurut cerita lisan, merga ini tadinya telah menguasai daerah Binje dan Pematang Siantar. Kemudian bergerak ke arah pegunungan dan sampai di Sukatendel. Di daerah Kuta Buloh, merga ini terbagi menjadi :
o Peranginangin Kuta Buloh

Mendiami kampung Kuta Buloh, Buah Raja, Kuta Talah (sudah mati), dan Kuta Buloh Gugong serta sebagian ke Tanjung Pura (Langkat) dan menjadi Melayu.
o Peranginangin Jombor Beringen

Merga ini mendirikan, kampung-kampung, Lau Buloh, Mburidi, Belingking,. Sebagian menyebar ke Langkat mendirikan kampung Kaperas, Bahorok, dan lain-lain.
o Peranginangin Jenabun

Merga ini juga mendirikan kampong Jenabun,. Ada cerita yang mengatakan mereka berasal dari keturunan nahkoda (pelaut) yang dalam bahasa Karo disebut Anak Koda Pelayar. Di kampung ini sampai sekarang masih ada hutan (kerangen) bernama Koda Pelayar, tempat pertama nahkoda tersebut tinggal.
* Peranginangin Kacinambun

Menurut cerita, Peranginangin Kacinambun datang dari Sikodon-kodon ke Kacinambun.
* Peranginangin Bangun

Alkisah Peranginangin Bangun berasal dari Pematang Siantar, datang ke Bangun Mulia. Disana mereka telah menemui Peranginangin Mano. Di Bangun Mulia terjadi suatu peristiwa yang dihubungkan dengan Guru Pak-pak Pertandang Pitu Sedalanen. Di mana dikatakan Guru Pak-pak menyihir (sakat) kampung Bangun Mulia sehingga rumah-rumah saling berantuk (ersepah), kutu anjing (kutu biang) mejadi sebesar anak babi. Mungkin pada waktu itu terjadi gempa bumi di kampung itu. Akibatnya penduduk Bangun Mulia pindah. Dari Bangun Mulia mereka pindah ke Tanah Lima Senina, yaitu Batu Karang, Jandi Meriah, Selandi, Tapak, Kuda dan Penampen. Bangun Penampen ini kemudian mendirikan kampung di Tanjung. Di Batu Karang, merga ini telah menemukan merga Menjerang dan sampai sekarang silaan di Batu Karang bernama Sigenderang.
Merga ini juga pecah menjadi :
o Keliat

Menurut budayawan Karo, Paulus Keliat, merga Keliat merupakan pecahan dari rumah Mbelin di Batu Karang. Merga ini pernah memangku kerajaan di Barus Jahe, sehingga sering juga disebut Keliat Sibayak Barus Jahe.
o Beliter

Di dekat Nambiki (Langkat), ada satu kampung bernama Beliter dan penduduknya menamakan diri Peranginangin Beliter. Menurut cerita, mereka berasal dari merga Bangun. Di daerah Kuta Buluh dahulu juga ada kampung bernama Beliter tetapi tidak ditemukan hubungan anatara kedua nama kampung tersebut. Penduduk kampung itu di sana juga disebut Peranginangin Beliter.
* Peranginangin Mano

Peranginangin Mano tadinya berdiam di Bangun Mulia. Namun, Peranginangin Mano sekarang berdiam di Gunung, anak laki-laki mereka dipanggil Ngundong.
* Peranginangin Pinem

Nenek moyang Peranginangin Pinem bernama Enggang yang bersaudara dengan Lambing, nenek moyang merga Sebayang dan Utihnenek moyang merga Selian di Pakpak.
* Sebayang

Nenek Moyang merga ini bernama Lambing, yang datang dari Tuha di Pak-pak, ke Perbesi dan kemudian mendirikan kampung Kuala, Kuta Gerat, Pertumbuken, Tiga Binanga, Gunung, Besadi (Langkat), dan lain-lain. Merga Sembayang (Sebayang) juga terdapat di Gayo/Alas.
* Peranginangin Laksa

Menurut cerita datang dari Tanah Pinem dan kemudian menetap di Juhar.
* Peranginangin Penggarun

Penggarun berarti mengaduk, biasanya untuk mengaduk nila (suka/telep) guna membuat kain tradisional suku Karo.
* Peranginangin Uwir
* Peranginangin Sinurat

Menurut cerita yang dikemukakan oleh budayawan Karo bermarga Sinurat seperti Karang dan Dautta, merga ini berasal dari Peranginangin Kuta Buloh. Ibunya beru Sinulingga, dari Lingga bercerai dengan ayahnya lalu kawin dengan merga Pincawan. Sinurat dibawa ke Perbesi menjadi juru tulis merga Pincawan (Sinurat). Kemudian merga Pincawan khawatir merga Sinurat akan menjadi Raja di Perbesi, lalu mengusirnya. Pergi dari Perbesi, ia mendirikan kampung dekat Limang dan diberi nama sesuai perladangan mereka di Kuta Buloh, yakni Kerenda.
* Peranginangin Pincawan

Nama Pincawan berasal dari Tawan, ini berkaitan dengan adanya perang urung dan kebiasaan menawan orang pada waktu itu. Mereka pada waktu itu sering melakukan penawanan-penawanan dan akhirnya disebut Pincawan.
* Peranginangin Singarimbun

Peranginangin Singarimbun menurut cerita budayawati Karo, Seh Ate br Brahmana, berasal dari Simaribun di Simalungun. Ia pindah dari sana berhubung berkelahi dengan saudaranya. Singarimbun kalah adu ilmu dengan saudaranya tersebut lalu sampailah ia di Tanjung Rimbun (Tanjong Pulo) sekarang. Disana ia menjadi gembala dan kemudian menyebar ke Temburun, Mardingding, dan Tiga Nderket.
* Peranginangin Limbeng

Peranginangin Limbeng ditemukan di sekitar Pancur Batu. Merga ini pertama kali masuk literatur dalam buku Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH berjudul Sejarah dan Kebudayaan Karo.
* Peranginangin Prasi

Merga ini ditemukan oleh Darwan Prinst, SH dan Darwin Prinst, SH di desa Selawang-Sibolangit. Menurut budayawan Karo Paulus Keliat, merga ini berasal dari Aceh, dan disahkan menjadi Peranginangin ketika orang tuanya menjadi Pergajahen di Sibiru-biru.

Rumah Adat Karo dan Reliefnya

Suku Karo terlebih di Desa Lingga, sampai saat ini masih memiliki bangunan-bangunan tradisional seperti: rumah adat, Jambur, Lesung, Geriten dan Sapo Page. Bentuk, bahan dan teknik mendirikan bangunan itu hampir sama. Letak dindingnya miring ke arah luar, mempunyai dua pintu yang menghadap ke arah barat dan timur.




Pada kedua ujung atap terdapat tanduk a H
<),'Dlw;;9ih dapat kita jumpai di desa Lingga, lesung antik. Lesung ini dibuat dari kayu pangkih sejenis kayu keras. Lesung ini mempunyai tiga puluh empat buah lubang tempat menumbuk padi. Letak lubang ada yang berpasang-pasang dan ada pula yang sebaris memanjang. Lesung ini terletak dalam sebuah bangunan tradisional yang tidak berdinding. Bangunan ini mempunyai enam buah tiang-tiang besar, tiga sebelah kanan yang disebut binangun Pinem.



Kenangan


Salah satu karya tradisi yang mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruang, tapi juga tempat menumbuhkan nilai-nilai. Salah satunya kebersamaan, salah satu nilai kuat dipancangkan di rumah adat Karo Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri.


Bangunan rumah Tradisional Karo memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteramng pintu terdapat serambi, dibuat dari bambu-bambu bulat, besar dan kuat disebut Ture. Ture ini digunakan untuk anak gadis bertenun. Sedang pada malam hari, Ture atau serambi ini, berfungsi sebagai tempat naki-naki atau tempat perkenalan para pemuda dan pemudi untuk memadu kasih.


Sesuai dengan atapnya, rumah adat karo terdiri dari dua macam, yaitu rumah adat biasa dan rumah anjung-anjung. Pada rumah adat biasa mempunyai dua ayo-ayo dan dua tanduk kepala kerbau. Sedangkan pada rumah anjung-anjung terdapat paling sedikit ayo-ayo dan tanduk kepala kerbau.


Teknologi tradisional lainnya yang masih ada peninggalannya di desa Lingga adalah Sapo Page yang artinya lumbung padi. Bentuk Sapo Page, seperti rumah adat. Letaknya di halaman depan rumah adat. Tiap-tiap Sapo Page milik dari beberapa jambu atas rumah adat. Sama dengan Geriten, Sapo Page terdiri dari dua tingkat dan berdiri di atas tiang. Lantai bawah tidak berdinding. Ruang ini digunakan untuk tempat duduk-duduk, beristirahat dan sebagai ruang tamu. Lantai bagian atas mempunyai dinding untuk menyimpan padi.


Warisan budaya berupa bangunan lain yang masih dapat kita jumpai di desa Lingga, lesung antik. Lesung ini dibuat dari kayu pangkih sejenis kayu keras. Lesung ini mempunyai tiga puluh empat buah lubang tempat menumbuk padi. Letak lubang ada yang berpasang-pasang dan ada pula yang sebaris memanjang. Lesung ini terletak dalam sebuah bangunan tradisional yang tidak berdinding. Bangunan ini mempunyai enam buah tiang-tiang besar, tiga sebelah kanan yang disebut binangun Pinem.


Kenangan


Salah satu karya tradisi yang mempertegas bahwa rumah tidak sekedar menonjolkan efisiensi fungsi ruang, tapi juga tempat menumbuhkan nilai-nilai. Salah satunya kebersamaan, salah satu nilai kuat dipancangkan di rumah adat Karo Rumah Adat Karo merupakan simbol kebersamaan masyarakat Karo itu sendiri.


Bangunan rumah Tradisional Karo memiliki dua belas, delapan, enam dan empat keluarga yang hidup berdampingan dalam keadaan damai dan tenteram. Rumah warisan budaya Karo berusia ratusan tahun dan terdapat di sejumlah desa di Kabupaten Karo, termasuk di Desa Lingga. Rumah adat itu di sebut di waluh jabu, sepulu dua jabu, enem jabu dan empat jabu. Artinya dalam rumah adat sepuludua jabu, dalam rumah adat itu terdapat 12 kepala keluarga dan seterusnya.


Bahan bangunan rumah tradisionil ini dari kayu bulat, papan, bambu dan beratap ijuk tanpa menggunakan paku yang dikerjakan tenaga arsitektur masa lalu. Rumah adat karo memiliki dua pintu, yang letaknya di bagian depan dan yang satunya lagi di belakang. Jumlah jendela-nya ada delapan. Empat ada di samping kiri dan kanan.


Empatnya lagi ada di bagian depan dan belakang. Organisasi rumah adat ini berpola "linier" karena ruangan-nya menunjukkan bentuk garis. Pada beberapa bagian rumah, terdapat relief yang dicat dengan warna merah, putih, kuning, hitam dan biru. Bangunan-bangunan itu berbentuk khusus yang melambangkan sifat-sifat khas dan suku Karo.


Keunikan dari rumah adat Karo dibandingkan dengan rumah adat lainnya yang ada di Sumatera adalah pada atapnya. Atap rumah adat karo bertingkat dua dan pada kedua ujung atap terdapat tanduk kerbau.


Kondisi rumah peninggalan nenek moyang Karo tersebut sangat memprihatinkan. Di Desa Lingga terdapat sekitar 28 rumah adat. Kini tinggal 2 buah lagi yang layak huni, yakni rumah Gerga (Raja) dan rumah Blang ayo. Sekitar 5 rumah adat disana berdiri miring dan hampir rubuh. Sedangkan rumah adat lainnya telah rubuh.


Menurut Tokoh Masyarakat Lingga, pernah ada upaya yang dilakukan untuk merehabilitasi rumah adat melalui pihak pemerintah dan swasta, tapi sampai saat ini belum terealisasi.


Ada juga pernah membantu tapi belum mencukupi. Biaya rehabilitasi rumah adat di Lingga memerlukan dana sekitar 2, 5 Miliar.


"Kami berharap dana rehabilitasi rumah adat Lingga dianggarkan dalam APBD Karo," kata mereka.


Dulu Desa Lingga merupakan salah satu daerah tujuan wisata, Sumut yang juga memiliki Lumbung Padi, Lesung Antik dan Geriten (bangunan tempat menyimpan tengkorak sanak keluarga yang telah meninggal).


Dengan kurangnya keperdulian terhadap Rumah Adat Karo ini, diperkirakan, tak lama lagi Rumah Adat Karo hanya tinga kenangan. Anak cucu yuang lahir di abad sekarang, hanya mampu melihat foto-foto belaka. Kapan rumah adat Karo dan relief-leriefnya yang memiliki makna cukup tinggi bisa direhabilitasi? Kita hanya bisa menunggu saja.

Fitra Chord Barus Launching Album

Penyanyi yang mengusung musik daerah dari Karo, Fitra Chord Barus melaunching album perdananya Sora Pusuhku di STMIK Neuman, Jalan Jamin Ginting Km 11, Simpang Selayang Medan, Rabu (15/9).

Fitra Chord Barus merupakan anak sulung dari 3 bersaudara, lahir di Berastagi 12 Agustus 1980. Fitra mengenal musik dan vokal dari ayahnya, Alasen Barus yang cukup dikenal pada eranya.

Saat ini Fitra sedang fokus untuk memberikan warna baru pada musik daerah Karo. Sebelumnya Fitra yang telah menyelesaikan pendidikan musik formal studi komposisi musik di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 2007.
Saat ini Fitra masih konsern untuk wedding maupun even lainnya, aranger untuk pada album white shoes and the couples company, serta membuat ilustrasi musik untuk beberapa iklan dan even.

Rencananya, Fitra akan melakukan pergelaran musik daerah Karo bertajuk Endakustik di 5 kota yakni Medan Sabtu (18/9) di Pardede Hall pukul 19.00 WIB, Berastagi Minggu (19/9) di Open Stage pukul 15.00 WIB, Pematang Siantar Sabtu (25/9) di GOR Pematang Siantar pukul 19.00 WIB, Binjai Minggu (26/9) di GOR Binjai pukul 15.00 WIB dan Batam Sabtu (2/10) pukul 19.00 WIB.

Setiap pembelian tiket gratis DVD terbaru album Sora Pusuhku dan juga bisa dibeli ditempat pertunjukan yang didukung oleh Endakustik, 3G Band, Fitra C Barus, Antha Prima Ginting, Cot Dogol dan Sanggar Sirulo.(sumutpos)

MELITA SEMBIRING MELIALA untuk TANAH KARO SIMALEM

Surprise… Surprise…Surprise…dan sangat mengharukan!!! Menggelorakan semangat orang Karo dimanapun saat ini berada. Melita Berlina Sembiring Meliala, seorang Putri Karo yang saat ini sedang berjuang di Indonesian Got Talent, berjuang dengan semangat orang Karo yang terkenal”Single Fighter” memperkenalkan bumi Turang ke Seantero Nasional.

Seorang srikandi yang berwajah lugu, sederhana tapi mempunyai semangat tinggi, semangat pejuang Tanah Karo yang tidak pernah mengenal kata menyerah yang menjiwai jiwanya. Jiwa srikandi Karo yang ingin membawa nama Tanah Karo Simalem ke seluruh penjuru dunia.

Seorang putri Karo yang masih sangat mencintai tanah kelahirannya, Tanah Karo Simalem. Srikandi yang dilahirkan dari perut bumi Turang menggoncang dunia Entertainment Indonesia. Kepiawaiannya dalam memetik dawai gitar, kesempurnaan olah vocal yang semuanya dipelajari secara otodidak, membuat kagum para Juri dan pemirsa yang melihatnya. Benar benar menggetarkan jiwa.

Nande Bapa Turang ras Senina, Enda go reh anakta Melita Sembiring meliala ku kancah Nasional. Mari sipersada arihta, alu semangat gotong royong mendukung terus untuk kejayaan bumi Turang, Tanah Karo Simalem.

Mari bangkitkan dukungan kepadanya. Katakan pada diri kita "kalau bukan hari ini, kapan lagi?"  Sekarang saatnya, Orang Karo bangkit, dukung terus…dan jayalah Tanah Karo Simalemku.


Ketik IGT <spasi> MELITA kirim ke 9200.



Palu gendang ena penggual..ban laguna O Tanah Karo Simalem, salih kari ku Mejuah juah..gelah ras ras kami ngodakken Turang br Sembiring enda, ku uruk simeganjangna bas Entertainment Indonesia.

Bjr ras Mejuah juah!!!!

Monolog "SAIMARA" oleh Joey Bangun di Neumann

Dramawan Karo Joey Bangun akan mempersembahkan sebuah monolognya. Monolog ini diberi tajuk "SAIMARA". Acara ini dalam rangka 'Pagelaran Seni dan Koin untuk Rumah Adat Karo' yang diselenggarakan oleh Sanggar Tinuang dan Sanggar Sirulo. Diselenggarakan hari Jumat tgl 17 Desember Pkl 19.00 - 23.00 WIB bertempat di Kesain Neumann - Halaman STMIK Neumann Pd Bulan Medan.

Menurut Joey, SAIMARA adalah sebuah bentuk cerita yang mengkiritis keadaan Karo dari sisi sosial budaya, politik, dan alam saat ini. Penampilan Joey Bangun sendiri akan diiringi oleh Sanggar Sirulo pimpinan Juara Ginting dengan alat musik tradisional Surdam Dan Ketteng-ketteng.

Setelah karyanya bersama Teater Aron untuk pertunjukan Zending yang digelar di Sidang Sinode GBKP April lalu dan Pardede Hall Mei lalu, inilah kali kedua penampilan karya Joey Bangun di publik Medan.

"Semoga pertunjukan ini bisa menjadi refleksi dan menggugah kita untuk membangun Karo ke depan," jelas Joey Bangun saat ditemui sedang berlatih bersama komunitas Teater Aron Medan tadi malam. (ARON ARTS PRODUCTION/komunitaskaro)

Maestro Musik Karo

KULCAPI: Kemampuan Djasa Tarigan menguasai alat musik Karo, Kulcapi, menjadikannya meraih gelar maestro dari berbagai negara.



Disambut sepi di dalam negeri, tak membuat Djasa Tarigan berhenti bergelut di kesenian tradisional Karo. Eksistensi sebagai putra daerah justru mendapat berbagai penghargaan dari negeri orang.

Pada “3rd International Rondalla Festival Querdas sa Pagkakaysa di Tagum City Philipina”, 12-19 Februari lalu Djasa Tarigan kembali dianugerahkan gelar Maestro Kulcapi Karo. Penghargaan itu diserahkan setelah penampilannya yang dianggap luar biasa oleh seluruh peserta.

Pada penampilannya itu, Djasa Tarigan memainkan lagu “Penganjak Kuda Sitajul” dengan kulcapi. Lagu itu mengisahkan cerita tradisional pada masyarakat Karo tentang seorang panglima pada masa peperangan dengan pasukan Aceh. Panglima tadi kemudian tewas ditembus peluru. Sebagai penghargaan masyarakat menggelar acara setiap tahunnya. Pada acara itu masyarakat meyakini arwah sang panglima hadir lewat suara kulcapi yang dipetik.

“Menurut seorang Maestro di Filipina itu, dia belum pernah mendengar efek suara seperti yang saya mainkan dari alat musik petik yang pernah ditemuinya di berbagai belahan dunia ini. Karena memang kulcapi bisa menimbulkan efek suara unik bila dimainkan menempel di kulit,” tuturnya.

Sebelumnya 2000 ayah dari Rocky Tarigan (25) dan Yanto Tarigan (21) ini dianugerahi gelar Maestro dari pabrikan elektronik asal Jepang, Technics. Gelar itu diberi berkat ide memprogram suara-suara dari musik tradisi masyarakat Karo untuk dimainkan pada keyboard. Ide yang bahkan belum terpikir oleh negeri yang menjadi raja elektronik itu.

Begitu juga dengan gelar maestro pertama yang diraihnya di Belanda. Gelar yang dianugerahkan karena keberhasilan membuat alat musik terpanjang di dunia. Ketika itu Djasa membuat keteng-keteng, alat musik tradisional Karo yang terbuat dari bambu sepanjang sembilan meter. Atraksi saat memainkan alat musik ciptaannya tadi mendapat aplaus dari peserta kegiatan yang digelar di Leiden University Belanda 2001 silam.

Namun semua itu tidak diraih dengan mudah bahkan tidak jarang harus menguras kantong pribadinya. Belum lagi pergolakan batin karena keinginan mengembangkan kesenian tradisional Karo justru membuatnya mundur dari bangku kuliah. Juga kerakusan masyarakat yang keliru melihat karyanya.

Lahir di Kabanjahe 19 Oktober 1963, Djasa kecil juga mewarisi bakat seni dari keluarga yang memang seniman. Untuk mengasah kemampuannya, Djasa berguru pada seniman tradisional Karo, Tukang Ginting (Alm) di Berastagi. Setelah menamatkan pelatihan, anak keenam dari 10 bersaudara ini bergabung dengan grup musik tradisi dan bermain di Hotel Bukit Kubu Berastasi sejak 1982.
Permainan alami yang diperlihatkan ternyata mendapat perhatian dari AP Pasaribu yang kala itu Rektor Universitas Sumatera Utara dan Rizaldi Siagian yang menjabat Ketua Jurusan Etnomusikologi USU. Djasa pun ditawarkan sebagai dosen musik Karo di kampus tersebut. “Setahun juga baru saya kasih jawaban dan itulah jalan saya ke Kota Medan,” kenangnya.

Perkembangan di dunia hiburan kala itu membuat Djasa yang juga aktif bermain musik di pesta-pesta masyarakat Karo sedikit kewalahan. Permintaan pun tidak lagi lagu tradisi semata juga lagu dangdut hingga lagu asing yang tidak mungkin diiringi dengan instrumen tradisional. Maka, mulai 1988 dirinya mengadopsi keyboard mendampingi alat musik tradisi yang tetap dipertahankan.
Inisiatif tadi terus menerus memberinya undangan bermain keliling Indonesia. Tidak itu saja, dirinya bahkan menjadi inspirasi puluhan grup musik Karo di sekitar kawasan Padang Bulan. Berlanjut pada membuat program suara masing-masing instrumen tradisional Karo ke dalam keyboard. Ide yang di satu sisi positif karena membuka lapangan pekerjaan sebagai pemain keyboard sekaligus berdampak negatif dan menyesakkan dada.

“Ide itu mendapat tentangan dari pemerintah dan kampus. Karena sekarang semua acara adat sekalipun hanya menggunakan keyboard. Tidak ada lagi alat musik tradisional yang memiliki interval nada berbeda dengan musik barat pada keyboard. Sekalipun orientasinya pada bisnis tapi situasi ini jauh dari gambaran saya dulu,” tutur pria single parents ini.

Djasa kemudian memutuskan berjalan sendiri memperkenalkan musik tradisional Karo. Bersama sahabatnya yang juga etnomusikolog Irwansyah Harahap mereka mengibarkan sansaka Merah-Putih dan menyanyikan Indonesia Raya di berbagai belahan dunia. Semua itu membuktikan bagaimana kebudayaan negeri ini sudah seharusnya mendapat perhatian pemerintah. Penghargaan yang tulus akan karya sang maestro pun diberikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Yusuf Kala di Istana Negara 2005 lalu. (sumutpos)

Djasa Tarigan
Lahir      :     Kabanjahe, 19 Oktober 1963
Istri       :     Rosnala Barus (Alm)
Anak     :     Rocky Tarigan (25), Yanto Tarigan (21)
Alamat  :     Jalan Bunga Herba II No.26 Medan
Jabatan :     Pemilik Djast Entertaiment
Penghargaan    :     Maestro Musik Karo di Leiden University Belanda 2000
Maestro dari Technics di Osaka Jepang 2001
Maestro Kulcapi Karo di Manila 2011
Karya    :     Program instrumen tradisional Karo pada keyboard 1986
Keteng-keteng terpanjang di dunia 2001
Konser Budaya Karo “Semalam di Tanah Karo” di Pardede Hall 2004

Sejarah dan kediaman Suku Karo

Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Suku Karo mempunyai sebutan sendiri untuk orang Batak yaitu Kalak Teba umumnya untuk Batak Tapanuli. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Eksistensi Kerajaan Haru-Karo


Kerajaan Haru-Karo mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya “Karo dari Zaman ke Zaman” mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama “Pa Lagan“. Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.(Darman Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut.

Kerajaan Haru identik dengan suku Karo,yaitu salah satu suku di Nusantara. Pada masa keemasannya, kerajaan Haru-Karo mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau. Eksistensi Haru-Karo di Aceh dapat dipastikan dengan beberapa nama desa di sana yang berasal dari bahasa Karo. Misalnya Kuta Raja (Sekarang Banda Aceh), Kuta Binjei di Aceh Timur, Kuta Karang, Kuta Alam, Kuta Lubok, Kuta Laksmana Mahmud, Kuta Cane, Blang Kejeren, dan lainnya. (D.Prinst, SH: 2004)

Terdapat suku Karo di Aceh Besaryang dalam logat Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”, (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya “Tarikh Aceh dan Nusantara” (1961) dikatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping Kerajaan Islam ada kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari Ke-20 Mukim bercampur dengan suku Karo yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Brahma Putra, dalam bukunya “Karo Sepanjang Zaman” mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi “Kaum Lhee Reutoih” atau kaum tiga ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.

Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Jasandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imam Pewet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya.

Wilayah Suku Karo


Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten Karo karena meliputi:


Kabupaten Tanah Karo

Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).

Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau “Taneh Karo Simalem”. Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut trites.Trites ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati. Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang dihormati.

Kota Medan

Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.

Kota Binjai

Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan kota Medan disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari kota Medan sebagai Ibu kota provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Dairi
Wilayah kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian kabupaten Dairi yang merupakan Taneh Karo:
Kecamatan kuta buluh
Kecamatan Taneh Pinem
Kecamatan Tiga Lingga
Kecamatan Gunung Sitember
Kabupaten Deli Serdang

Sebagian kabupaten Deli Serdang yang merupakan Taneh Karo:

Kecamatan Lubuk Pakam
Kecamatan Bangun Purba
Kecamatan Galang
Kecamatan Gunung Meriah
Kecamatan Sibolangit
Kecamatan Pancur Batu
Kecamatan Namo Rambe
Kecamatan Sunggal
Kecamatan Kuta Limbaru
Kecamatan STM Hilir
Kecamatan Hamparan Perak
Kecamatan Tanjung Morawa
Kecamatan Sibiru-biru
kecamatan STM Hulu
Kabupaten Langkat

Taneh Karo di kabupaten Langkat meliputi:
Kecamatan Selesai
Kecamatan Kuala
Kecamatan Salapian
Kecamatan Bahorok
Kecamatan Pd.Tualang (Batang Serangan)
Kecamatan Sungai Bingai
Kecamatan Stabat
Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:
Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)
Kecamatan Simpang Simadam
Kabupaten Simalungun

Taneh Karo di kabupaten Simalungun meliputi:
Kecamatan Doloksilau
Sebagian Kecamatan Silimakuta (contohnya: desa Rakut Besi)

Demo Selesai, Kawat Berduri Kembali Dipasang

Pemasangan kawat berduri ini dimaksudkan untuk mengantisipasi aksi lanjutan besok.

 

  Aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berlangsung ricuh di Medan, Sumatera Utara, kini sudah berlangsung normal.

Pengunjuk rasa sudah membubarkan diri. Meski demikian, polisi masih berjaga-jaga di beberapa titik sentral. Di antaranya, kantor gubernur, bandara Polonia, kantor wali kota dan kantor DPRD Sumut.

Pantauan KTKK, polisi kembali memasang kawat berduri di lokasi tersebut yang sebelumnya dirusak oleh pengunjuk rasa. Pemasangan kawat berduri ini dimaksudkan untuk mengantisipasi aksi lanjutan besok.

Dalam aksi yang berlangsung siang tadi, bentrok antara aparat dengan pengunjuk rasa tak terhindarkan. Petugas yang berjaga akhirnya melepas tembakan ke arah pengunjuk rasa dengan peluru karet.

Selain menutup akses masuk, pengunjuk rasa juga merobohkan pagar bandara Polonia. Bahkan, massa juga merusak area taman utama yang ada di dalam bandara. (umi)

VIDEO: Demo BBM di Bandara Polonia Rusuh

Aksi demo menentang kenaikan harga bahan bakar minyak di Bandara Polonia Medan, Sumatera Utara, Senin 26 Maret 2012, berlangsung ricuh. Para demonstran melemparkan batu dan benda keras lainnya ke arah polisi yang mengamankan aksi itu.

Dalam aksi ini, para demonstran menuntut manajemen bandara menutup semua aktivitas penerbangan selama aksi unjuk rasa. Namun, tuntutan itu tak dituruti.

Tak digubris, massa demonstran semakin beringas. Mereka melemparkan batu ke arah polisi dan bandara. Demonstran juga merobohkan pagar bandara bahkan juga merusak area taman utama yang ada di dalam bandara. Polisi mengalami kesulitan meredam amarah demonstran. Massa terus merangsek. Kewalahan, petugas mencoba membubarkan massa dengan menembakkan peluru karet.

Aksi ini membuat sejumlah toko dan restoran siap saji tutup lebih awal. Selain di Bandara Polonia, aksi unjuk rasa juga berlangsung di sejumlah titik di kota Medan.

Tonton video kericuhan http://video.vivanews.com/read/18312-massa-robohkan-pagar-bandara-polonia-medan_1

Inilah Hasil Diskusi Soal Kenaikan Harga BBM

Menunda kenaikan harga bahan bakar minyak bisa menjadi bom waktu. Harga minyak dunia terus merangkak naik, angka subsidi BBM pun membengkak. Tahun lalu besar subsidi hanya Rp 129 triliun, tahun ini diperkirakan akan melonjak menjadi Rp 137 triliun (bila harga BBM dinaikkan) atau menjadi Rp 178 triliun bila harga BBM tak dinaikkan. Inilah peta suara tiap partai.


Usulan Pemerintah
A. Opsi pertama: Kenaikan harga BBM berkisar Rp 1.500-2.000.
Akibatnya pemerintah menanggung subsidi BBM Rp 137 triliun.
B. Opsi kedua: Tanpa kenaikan harga BBM.
Akibatnya pemerintah menanggung subsidi BBM Rp 178 triliun.

Usulan Sementara Badan Anggaran DPR
A. Opsi pertama: Kenaikan harga BBM tanpa memperhitungkan kenaikan listrik.
Pemerintah menanggung subsidi BBM Rp 137 triliun.
B. Opsi kedua: Tanpa kenaikan harga BBM.
Pemerintah menanggung subsidi BBM Rp 178 triliun.

Sikap Partai
- Golkar
Kenaikan harga BBM adalah opsi terakhir. Pemerintah diminta melakukan efisiensi, meningkatkan penerimaan pajak.

- Partai Amanat Nasional
Setuju harga BBM tetap dinaikkan lantaran banyaknya penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi.

- Partai Persatuan Pembangunan
Menunda kenaikan, selama dua tahun pemerintah melakukan konversi BBM terhadap bahan bakar gas. Atau menyetujui kenaikan harga, tapi bantuan tidak disalurkan secara langsung dan kenaikan harga bukan Rp 1.500, melainkan Rp 500-1.000.

- Partai Keadilan Sejahtera
Kenaikan harga minyak bersubsidi ditunda dan dana kompensasi atas kenaikan harga BBM dijadikan pengganti untuk menutupi defisit anggaran negara.

- PDI Perjuangan
Memiliki tiga opsi: pembatasan, kenaikan, atau tidak ada kenaikan.

- Gerindra
Pemerintah harus melakukan evaluasi atas produksi minyak dan gas yang terus menurun, menghemat anggaran belanja, dan mencari energi alternatif.
Pemberian bantuan langsung tunai bukan solusi karena tidak akan berarti menghadapi melejitnya harga bahan kebutuhan pokok.

Hindari Demo Anarkis, Polwan Cantik Dikerahkan


Berbagai langkah dilakukan polisi untuk menghindari terjadinya demonstrasi anarkis besok, Selasa (27/3/2012).

Selain menggunakan kekuatan personel, kepolisian juga bakal melibatkan polisi wanita (polwan) yang berparas cantik.

Menurut Kadiv Humas Polri Irjen Saud Usman Nasution, keberadaan para polwan akan sangat membantu mengendalikan massa, sehingga bisa mengurangi ketegangan antara demonstran dengan polisi.

“Dalam rangka pengamanan unjuk rasa, kami prioritaskan pengamanan dengan tangan kosong, bila perlu ksmi pasang polwan supaya sejuk,” ungkap Saud di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (26/3/2012).

Untuk pengamanan wilayah ibu kota, Polri menyiapkan 22 ribu anggota gabungan TNI dan Polri. Hingga kini, tercatat ada 8.000 orang yang akan berdemo esok hari.

“Itu baru yang terdata,” cetus Saud. Pengamanan dalam jumlah besar tersebut dinilai kepolisian tidak terlalu berlebihan. Polisi, papar Saud, lebih baik menyiapkan pengamanan berlebih ketimbang kurang. “Kami harus over estimate,” tukasnya.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto menyatakan bakal melibatkan polwan cantik untuk pengamanan demonstrasi penolakan kenaikan harga BBM.

"Polwan untuk melakukan pendekatan persuasif kepada massa unjuk rasa. Karena, tak jarang dalam unjuk rasa, massa tak hanya dari kaum lelaki, tapi juga banyak kaum wanita, ibu-ibu, anak perempuan, sampai anak balita sekalipun," jelasnya. Pada Selasa (27/3/2012), bakal ada aksi demonstrasi nasional menolak kenaikan harga BBM di Medan.

GAGAL, HIDUP ATAU MATI?

http://www.facebook.com/profile.php?id=100003649913201  Oleh: Rezkan tarigan.
                                                         
                     
                                                                   Pernahkah kita mengalami kegagalan? Pernahkah kegagalan itu membuat kita putus asa, mengalami depresi hingga tidak mempunyai semangat lagi dalam menjalani hari-hari kita? Pernahkah kegagalan itu membawa kita kepada satu permenungan?
Setiap orang mempunyai pengalaman hidup, entah senang ataupun susah. Setiap orang mempunyai pengalaman pahit yang tidak akan pernah mereka lupakan. Namun, kegagalan adalah guru yang berharga. Kegagalan telah terangkum dalam satu bingkai hidup yang tidak akan bisa berlalu begitu saja. Kegagalan telah mengajarkan banyak hal. Kegagalan itu pula yang membuat kita bisa tumbuh dan menatap hari baru, entah ada peluang besar ataupun yang kecil.
Setiap hari kita jalani dengan menggumuli setiap pengalaman yang bisa mengubah hidup kita, bisa mnyemangati atau membuat surut semangat kita. Banyak orang di sekeliling kita yang tidak bisa mengerti atau mengetahui sejauh mana pengalaman itu telah mengubah hidupn kita. Pengalaman pahit kadang kala telah membuat hidup kita berubah ke arah yang kurang baik. Pengalaman buruk pula yang bisa membuat kita bangkit dari keterpurukan mental.eluarga yang mampu mnyemangati ketika kita berada dalam keterpurukan akan menjadi bagian penting dalam hidup kita guna menemukan hal yang terbaik. Keluarga adalah tembok hidup sekalian telah menjadi tempat tumbuhnya semangat dalam menjalani hari-hari kita, entah berada dalam suasana suka atau pun duka. Itulah yang harus kita terima.
Pernahkah depresi membuat kita mengalami keterpurukan mental, tidak semangat, menjadi apatis atau pun menjadi skeptis terhadap orang lain? Mungkin ada indikasi sakit hati, atau pun ada rasa bersalah karena telah melakukan kesalahan terhadap orang-orang di sekeliling kita. Jauh namun pasti, dekat tidak tergapai. Perhatian dari orang-orang di sekitar kita adalah syarat utama dalam membangkitkan semangat ketika kita mengalami keterpurukan. Bukan hanya sekarang. Namun setiap waktu kita butuh perhatian, butuh dukungan yang berguna dalam menyelesaikan segala permasalahan dalam hidup kita. Jika kita mampu menjalaninya dengan rasa bertanggung jawab, sungguh adalah suatu prestasi besar yang perlu diberikan apresiasi agar semua yang telah kita alami bukan menjadi penghalang, melainkan merupakan titik balik dalam mencari jati diri kita ke depan.
Permasalahan dalam dunia ini tidak akan pernah selesai. Ada saja faktor yang menyebabkan lahirnya masalah. Entah karena kurangnya kecocokan daam berkomunikasi, ataupun karena kita tidak mampu mengikuti segala perubahan yang terjadi dalam lingkungan kita.
Perubahan mesti berjalan, namun tidak semua perubahan itu bisa kita ikuti, terutama perubahan pola pikir yang telah membawa manusia masuk dalam situasi terkurung, menjadi eksklusif atau pun mengalami inklusif. Jalan yang telah membuat/ mengarahkan kita pada satu tujuan hidup semestinya membuat kita semakin berani dalam menyikapi segala perubahan. Dalam perubahan, pasti akan ada obyek dan subyek. Tergantung bagaimana kita melihat situasinya. Bisa saja kita menjadi subyek, jika penggagas dari perubahan itu adalah kita. Kerapkali kita menjadi obyek, yakni ketika perubahan itu terjadi dan kita tidak sanggup menghadapi perubahan dengan rasa percaya diri.
Pernahkah kita bermimpi mengubah dunia? Pernahkah angan-angan kita membawa kita pada satu permenungan yang sangat mendalam? Pernahkah permenungan itu menginspirasi kita dalam membuat langkah baru guna membuat sikap yang tepat? Tidak yang tetap. Semuanya pasti akan berubah. Yang tetap hanyalah bahwa perubahan itu pasti akan selalu ada di tengah kita. Semua perubahan tejadi karena adanya kegagalan di masa lalu. Jika tidak ada perubahan, mustahil sesuatu yang ada di dunia ini mengubah perilaku dunia ini. Berkat adanya kegagalan, maka segala yang ada di dunia ini telah menjadi sesuatu yang bermakna dan menginspirasi banyak orang.
Perlu berpikir kritis dan melakukan berbagai macam pendekatan yang berguna dalam membuat langkah awal. Langkah awal adalah proses dalam mencapai satu hal yang terbaru. Penemuan terbaru akan menyita banyak perhatian dari masyarakat yang memerlukan adanya perubahan berguna dalam hidup.
Masih banyak orang yang membutuhkan kita. Banyak orang menaruh harapan kepada kita agar perubahan bisa terjadi dan kita lakukan di tempat kita berada. Ketika kegagalan menjadi momok yang menakutkan dalam hidup, maka kegagalan yang kita alami akan membuang dan menghabiskan segala energi yang kita miliki. Jika kita berani membuat satu hal yang benar-benar bisa mengubah hidup kita mengarah pada satu perbaikan, banyak orang akan merasa terbantu.
Jika kita percaya dalam segala kekurangan kita, niscaya perubahan akan terjadi seturut waktu yang berputar.